Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2022

Satukanlah Hati Yang Setia

Sendiri mendengarkan Poppy Mercury. Sendu rasanya perasaan ini. Seperti kembali pada masa kanak-kanak. Juga diwakilinya perasaan oleh lirik lagu itu. Sedikit mendamaikan hati yang terkoyak sepi. Suara jangkrik tak henti-hentinya menghiasi malam. Menambah nuansa sunyi, dan semakin sendu. Berbarengan dengan suara tadarus Al Qur'an dari mushola. Entah sudah berapa batang rokok yang kuhabiskan, sambil membawa pikiran mengawang. Untung saja ada teman yang datang sambil membawakan segelas kopi. Sedikit terasa mengganggu kesendirian ku, tapi juga terasa ada teman berbagi energi. "Kok ngelamun terus to mas?" Sapanya. Aku tersenyum, bingung ingin menanggapinya bagaimana. Aku pasrah saja dengan apa yang akan selanjutnya dia katakan. "Gak pulang mas?" Pada akhirnya dia menentukan topik lain. Persis seperti perkiraanku. Bahkan jika dia tidak lekas memulai, aku yang ada bertanya seperti ini padanya. Meski sebenarnya aku tidak terlalu peduli dengan jawabannya. "Aku sudah
Baru saja aku selesai membaca cerita yang dari kemarin kutulis. Masih bertahan di sembilan ribuan kata, masih sedikit sekali, mungkin baru seperempat dari cerita. Rasanya tak ada yang salah dari apa yang ku tulis. Hanya mungkin secara teknik, tidak begitu baik. Namun bagiku, itulah teknik terbaik yang aku bisa buat. Sepertinya kemampuan gaya bercerita ku hanya sampai segitu. Benar apa yang dikatakan temanku, Bahwa cerita yang sedang kutulis masih teramat datar. Unsur-unsur penting dalam cerita yang sudah aku ketahui, belum terasa ada di dalam cerita yang ku tulis. Seperti karakter dan tujuannya, konflik-konflik dan dan tantangan buat si tokoh, juga pembagian babak cerita. Semua hal itu belum bisa aku terapkan dalam cerita yang sedang ku buat. maka wajar jika temanku mengatakan kalau ceritanya masih terlalu datar. Sedangkan untuk soal kebahasaan rasanya sudah mentok, hanya sampai segitulah kemampuanku dalam mengolah bahasa. Aku harus makin banyak menambah bacaan ku, agar teknik penulis

Mengalir

Hatiku terasa sesak dengan banyak hal yang mengusik. Banyak hal yang tak bisa ku jelaskan dengan sederhana. Tentang harapan, kekecewaan, penyesalan, dan juga dendam. Mungkin memang sebaiknya aku mengosongkan hati. Menyerahkan diri pada rahmat yang kuasa. Barangkali aku yang masih terlalu sombong. Menganggap diri bisa mengatasi semua persoalan. Mengabaikan orang-orang yang seharusnya diakrabi sepenuh hati. Sebab waktu tidak akan bisa merubah semua perasaan itu. Waktu hanya merubah suasana, manusialah yang mengambil keputusan pada akhirnya. Berkali-kali aku mendengarkan lagu Damai Bersamamu yang pernah dinyanyikan oleh almarhum Chrisye. Melekat sekali lirik yang berbunyi. Hanya padamu Tuhan Tempat ku berlindung Dari semua kepalsuan, dunia Sesaat kupikirkan bawah, seharusnya kita memohon kepada Tuhan untuk melindungi kita dari kepalsuan, bukan hanya mengkritik aneka kepalsuan, dan -entah secara sadar, atau tidak sadar- tenggelam dalam kepalsuan kita sendiri. Kepalsuan merasa diri baik-b

Tidak apa-apa

Gambar
 Tidak apa-apa, untuk tidak jadi apa-apa.

Menggambar Lewat Tulisan

Aku begitu susah dalam membuat deskripsi. Mungkin ini adalah kelemahan yang harus aku perbaiki. Atau ini adalah hal yang harus aku suasati dengan gaya menulis yang lain. Ada banyak tulisan yang kubaca, dengan sedikit deskripsi, dan tetap saja bagus. Terkadang aku merasa perlu membuat yang seperti itu. Tapi kemudian aku merenungi soal manfaat dari deskripsi itu sendiri. Ada banyak suasana yang begitu hidup saat dideskripsikan dengan baik. Dengan tulisan seperti itu, aku menangkap banyak kesan dan emosi yang baik. Pada akhirnya kusadari kalau aku hanya fokus pada kesan yang kutangkap, bukan pada mengapa aku bisa sampai mudah menangkap kesan tersebut. Hingga akhirnya aku terburu untuk menuliskan sebuah kesan. Kini aku mulai sedikit mengerti kalau deskripsi yang baik akan mengantarkan kita pada imajinasi yang baik pula. Mulai aku mencoba untuk membuat deskripsi. Tentu tidak mudah, sebab ada banyak kesalahan yang belum bisa ku perbaiki. Sebuah deskripsi yang saat aku membacanya kembali, ser

Merapikan Diri

Sesaat terpikirkan olehku untuk membuat proyek -pribadi- tulisan baru, selain dari pada yang sudah aku buat kemarin. Sebab proyek kemarin terasa macet. Ada banyak kritik atas tulisan itu, baik dari temanku maupun dari diriku sendiri. Namun aku sebagai penulisnya belum dapat mengubahnya. Jika aku lanjutkan dengan pikiran seadanya, maka hasilnya akan tambah berantakan. Kukira lebih baik aku membuat proyek lain untuk mengisi kebuntuan pikirku. Mungkin hal itu juga bisa merefresh otak. Seperti menulis review buku yang sudah ku baca. Atau membuat cerpen dan prosa yang lain.  Di dalam flashdisk ku ternyata ada banyak tulisan lepas. Tidak tertata dan tak jelas pengelompokannya. Aku menjadi bingung dengan diriku sendiri. Apakah selama ini aku menulis, atau hanya sebatas berceloteh. Ketidakteraturan ini pastinya bersumber dari banyak hal yang menjadi kebiasaan ku. Aku mulai merasa kalau ternyata hidupku tidak begitu rapi. Dengan kata lain, sampai saat ini aku masih tidak becus dalam menata diri

Salju, karya Orhan Pamuk

Gambar
Pendahuluan Buku ini berjudul Salju. Karya dari penulis Turki yang telah mendapatkan hadiah nobel sastra, Orhan Pamuk. Ilustrasinya berupa foto yang cukup sederhana. Namun ketika aku membaca novel ini, aku menganggap bahwa, seluruh isi novel ini terwakili oleh covernya. Atau sekurang-kurangnya mungkin delapan puluh persen dari cerita. Orhan Pamuk Buku fiksi ini terbit pada tahun 2004, dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh penerbit SERAMBI pada tahun 2005. Cukup cepat, mengingat karya ini sudah diakui oleh lembaga dunia. Mungkin juga karena reputasi sang penulis dengan karya-karyanya sebelumnya. Seperti, Istanbul , dan Namaku Merah . Ini adalah buku pertama yang aku baca dari Orhan Pamuk. Aku tertarik sebab dia sudah memenangkan penghargaan Nobel. Juga asumsiku mengenai isinya. Karena Turki adalah bekas kekaisaran Islam yang pernah mempengaruhi dunia, maka bisa dipastikan bahkan ceritanya akan kental dengan nuansa islam. Namun di sisi lain, Turki juga merupakan bagian dari Eropa

Suara Hati

Andaikan pada suatu hari aku bangun dari tidurku, dan kudapati diriku tak bisa lagi mendengar suara hati. Aku menjadi bingung. Entah apa yang sudah kulakukan hingga hatiku tak lagi bersuaranya. Mungkin aku tak pernah menggunakannya. Mungkin juga aku tidak pernah menganggap diriku memiliki hati. Yang aku tahu semua yang ada dalam tubuhku ini adalah   wadak. Tak ada satu pun tempat untuk merasa. Untuk memberi sesuatu karena dorongan kasih. Untuk menghindari sesuatu karena rasa takut, atau mendekati sesuatu karena dorongan cinta. Sepertinya aku pasti akan sangat menderita karenanya. Sebab selama ini tak ada yang lebih penting dari suara hatiku. Mulai dari musik kesuakaanku, hobiku, hingga kenapa aku memutuskan untuk tidak bekerja secara formal. Terserah jika memang aku dianggap tidak mapan oleh orang lain. Aku hanya mengikuti suara hatiku, dan dengan begitu aku bahagia. Kebahagiaan itu lebih berharga dari banyak hal. Dari ajakan selera pasar yang tak ada habisnya. Dari pameran penuh g

Melamun

Pada saat aku memutuskan untuk tidur, selalu ada yang membuat pikiranku melayang. Mataku jadi sulit terpejam. Aku terjaga dan melamun tak terkendali. Hingga aku menyimpulkan kalau 'melamun adalah jalan hidupku'. Semacam media sosial dalam memenuhi kekosongan hati. Setiap orang memiliki media sosialnya untuk mengekspresikan diri. Juga untuk mengalihkan diri dari penatnya ruang nyata. Mungkin juga untuk menyampaikan pesan pada orang-orang tertentu. Media sosial menghubungkan kita pada banyak hal, kecuali pada diri kita sendiri. Media sosial memang menjadi bagian dari hidup kita. Tapi kita tidak hidup olehnya. Kita hidup oleh hati dan pikiran kita sendiri. Tak ada gunanya ramai di media sosial kalau hati kita kosong. Hati yang kosong melemahkan segalanya. Aku berharap hatiku dipenuhi rasa penerimaan pada semu hal yang datang.

Yang Kudamba

Aku sudah membuat tiga puisi selama seminggu ini. Yang pertama, saat terasa puisi tengah mendatangiku. Sedangkan yang kedua dan ketiga, aku datang pada puisi. Entah sebegitu absurdnya keadaanku pada akhirnya. Tak tahu harus bagaimana. Aku merasa telah salah menggantungkan kebahagiaan. Sudah begitu banyak kata-kata datang dan pergi. Begitu banyak emosi yang terluap. Namun tak ada artinya bagi hidupku. Aku yang mendambakan hidup dalam kebahagiaan cinta. Tuhan Aku pernah melakukan kesalahan besar Aku sudah kehilangan banyak kesempatan Terkadang aku hanya ingin diam Jauh di lubuk hati, diriku tertunduk tak berdaya Sedangkan "di sini" kudambakan rahmatmu

WASIAT DESA SIMBAH

Cerita ini terbit pertama kali di autarkia.id Tidak banyak yang bisa aku ceritakan dari desaku. Hanya beberapa kenakalan pribadi yang biasa dilakukan oleh anak-anak. Kadang mencuri mangga di kebun pak Yono. Kadang juga berenang di kedung [1] sampai sore, dan saat aku pulang terlalu sore, maka sudah pasti bapak menunggu di depan rumah dengan kayu bakar di tangannya. Saat itu aku akan menangis kesakitan dan merasa kapok. Namun pada akhirnya besok aku akan melakukan hal yang sama. Atau mungkin kenangan ketika masa sekolah dan mengaji. Saat itu aku selalu berangkat sekolah bersama teman-teman. Dimulai dari menghampiri Eko, kemudian ke rumah Yudi, dan kita bertiga berangkat ke sekolah bersama. Pulangnya kita mampir dulu ke rental PS2, atau ke tempat billyard. Hari ini mereka berdua sudah merantau. Eko merantau di Kalimantan. Kabarnya dia ikut proyek Reklamasi di sana. Sedangkan Yudi menjadi TKI di Malaysia. Yang paling membekas dalam ingatan adalah kenangan tentang simbah. Ayah dari ba