Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2020

Lahir dan Batin

Allah hu akbar, Allah hu akbar, Allah hu akbar La ila haillallah huwallah hu akbar, Allah hu akbar wa lillahikham   Lebaran idul fitri sudah terjadi kemarin. Sudah dimulai sejak magrib sampai setelah salat ied. Setelah itu rasanya sudah seperti tidak terjadi apa-apa. Aku tidak begitu berhasrat menghubungi keluarga. Seperti ada rasa bahwa menghubungi keluarga bukan hal berharga yang sangat butuh dilakukan. Mungkin karena yang kuingat secara pribadi dari keluarga adalah kisah yang menyakitkan. Dan memang baru dua tahun ini aku menemukan diriku yang ternyata teraniaya sejak dalam keluarga. Aku jadi bertanya pada diriku sendiri, apakah aku bisa memaafkan mereka? Kenapa juga orang bisa dengan mudah mengucapkan mohon maaf lahir dan batin. Padahal bagiku itu sangat sulit. Tapi terasa sangat bodoh sekali bila aku tidak mensukuri dengan apa yang ada. Bahkan ada yang ada untuk diriku saat ini adalah hasil dari perjalanan hidup itu. Sebuah energi yang menggerakkan keadaan untuk membantu k

H-1/H-2 LEBARAN

Mengingat belum adanya pengumuman dari Sidang Isbat, maka aku tidak tahu hari ini H-1 atau H-2.   Firasatku mengatakan sabtu besok sudah lebaran, namun bisa jadi lebarannya miggu. Yang jelas, aku ingin berceloteh sebelum lebaran ini. Lebaran ini aku tak pulang ke rumah, tidak juga berada di Blitar. Aku berada di kota yang tak pernah kufikirkan aku bakal di sini saat lebaran. Ketidakpulanganku mungkin di sebabkan karena kondisi CIVID-19 ini. Namun jauh di dasar jiwaku, aku juga ingin sesekali tidak di rumah saat lebaran. Bahkan aku juga tidak membawa HP, karena HP-q hilang dua minggu kemarin di sini.aku kini sudah merelakan hilangnya alat komunikasi tersebut. Kufikir bakal ada gantinya yang lebih baik, jika memang hidupku membutuhkannya. Sudah lama aku terlepas dari rasa rindu terhadap tempat kelahiranku. Termasuk dengan orang-orang yang pernah berdialektika denganku di sana. Karena sudah lama pula yang dapat aku ingat dari sana adalah rasa sakit hati. Rasa kecewa dengan perlakukan

Pak Fahrudin Faiz: Juru Bicara Milenial Para Filosof

Gambar
Saat masih jadi mahasiswa filsafat, saya beranggapan bahwa dosen yang paling mudah untuk di terima penyampaiannya ada dua, salah satunya adalah pak Fahrudin Faiz. Hera, teman satu angkatan saya pernah bilang, “ kalo pak Faiz masuk ruangan, rasanya kelas jadi adem ”. Begitu yang dia katakan setelah kuliah Tasawuf Falasafi bersama belau. Saya anggap itu sebuah pernyataan yang jujur dari pengalamannya sendiri. Pak Faiz memang cukup faforit di kalangan mahasiswa filsafat, baik pada saat saya masih mahasiswa atau oleh seorang alumni filsafat tahun 90-an yang pernah saya temui. Beliau mampu menjelaskan persoalan-persoalan filsafat dengan sederhana, sehingga mudah untuk dipahami pendengarnya. Cara penyampaian yang mudah itulah yang mendasari saya beranggapan bahwa beliau sudah faham. Sebagai mana Einstein pernah bilang, “bila kau tak bisa menjelaskan dengan sederhana, itu artinya kau belum faham”. Namun itu pengalaman dahulu, lima tahun sebelum pengajian beliau di Masjid Jendral Sudirman(

Negeri Si Kabayan

Malam ini saat mulai mau membaca buku, saya teringat mengenai cerita di buku saya waktu kelas dua di Madrasah Ibtidaiyah. Tepatnya di buku bahasa indonesia. Mungkin dulu cerita di buku itu tidak saya anggap menarik, namun justru saat ini saya mendapatkan pelajaran berharga dari cerita itu. Kurang lebih begini ceritanya. Pada suatu hari si Kabayan pergi untuk mencari air aren. Kemudian dia menemukan pohon aren yang berada di pinggir sungai. Dia memanjat pohon aren itu dan memasangkan wadah untuk mengisi tetesan air di atas. Sambil menunggu wadah itu penuh, di atas pohon itu Kabayan bergumam. “ Jika aren ini sudah penuh, nanti akan saya jual ke pasar dan uangnya akan saya belikan ayam betina. Kemdian saya akan beternak ayam. Nanti jika ayam itu sudah berkembang banyak, akan saya jual lagi untuk saya belikan kambing. Bila kambing itu saya ternak dan menjadi banyak lagi, nanti akan saya belikan sapi. Setelah jadi peternak sapi dan cukup banyak keuntungannya, nanti saya akan beli mobil.

SERIUS

SERIUS SERIUS SERIUS

BUKAN CINTA MANUSIA BIASA; Tentang Tuhan Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang

Gambar
Ku tetap mencintaimu masih Meski kau tak cinta aku Ku tetap merindukan Meski kau tak pernah merasa sedikitpun untuk merindukan aku   Cintaku ini bukan cinta milik manusia biasa Cinta ku ini cinta sejati yang paling sejati   Ku tetap memaafkan salahmu Meski kau terus sakiti Ku tetap menerima, seribu kata, maaf yang telah kau ucapkan dari bibirmu yang lain Instagram @de19wa   Tidak salah banyak orang bilang lagu paling melegenda dari Dewa 19 adalah “Kangen”. Namun pada sebuah acara di televisi, Ahmad Dhani bilang kalau lagu terbaik saat ini adalah “Bukan Cinta Manusia Biasa”, dan itu sangat benar menurutku. Sebagai penikmat musik yang awam, kurasa lagu ini sangat bagus sejak dari tata musiknya. Dalam segi lirik, lagu ini bisa dimaknai dari banyak dimensi. Aku merasakan makna lagu ini dari sebuah dimensi yang kuanggap spiritual dalam hidupku. Lagu ini membicarakan cinta Tuhan kepada hambanya. Liriknya yang pendek dan diulang-ulang sebenarnya adalah sebuah kalimat

Aku Ada Dan Sekaligus Tiada

Apakah aku “ada”? Ini merupakan persoalan pelik. Bahkan sampai saat ini aku masih saja tidak mengerti tentang makna “ada” yang sesungguhnya. Jika memang aku dianggap ada, tentu aku akan meniadakan yang lainnya. Sebab yang ada adalah diriku sendiri dan yang lain adalah apa yang aku lihat dalam/dari diriku. Karena pusat dari semuanya yang kulihat adalah diriku sendiri. Saat aku melihat orang lain sedang tidur, sebenarnya hanyalah persepsiku yang menganggap orang itu tidur. Mugkin bagi orang yang tidur itu, dirinya sedang belajar. Sedangkan aku yang mengamati orang itu, menganggap dia sedang tertidur. Orang yang tidur itu ada karena aku mengamatinya, yang dalam pandanganku dia tidur. Sedangkan dia yang tidur itu tidak menganggapku ada, karena dia tidak mengamatiku. Jadi pada dasarnya, orang itu kuanggap ada karena aku mengamatinya, dan aku hanya bisa mengamati dan mempersepsi dia dalam pemahamanku. Aku pun ternyata dianggap ada karena dipersepsi dan diamati. Dari itu, pandanganku me

Takdir Burung

Burung yang meninggalkan sejarah Hanya maju tak tahu arah Sesekali istirahat untuk dan makan buah Kemudian mengarahkan mata, mencari pesona Menyaksikan burung lain terbang berjamaah Melihat sarang burung lain sebagai keluarga   Kemudian burung itu termenung sendiri Fikirannya kembali menembus waktu menuju masa lalu Mencari di sarang mana dia dulu ditetaskan Mencoba mengingat suasana bagaimana dia diberi makan Dia cari juga siapa yang mengajari dia untuk terbang Dia kira mungkin dia tak bisa terbang bila tak diajari Dan jika itu terjadi, maka sayapnya tak ada gunamya Lalu pikirannya kembali pada hari ini, hari di mana dia masih hidup   Dia lahir sebagai burung Hidupnya berawal dari sarang di sebuah pohon Dan nasibnya adalah mengepakkan sayap di udara meski dia tak tahu akan kemana Lalu lintasnya adalah tiupan angin, sedangkan tujuannya adalah hatinya sendiri

Ambyar

Belum waktunya pulang Rasamu masih berpetualang Keinginanmu masih di atas awan Kau masih terbelenggu sepi dan dan tertidur dalam mimpi   Rumahmu di dalam hatimu Hatimu entah di mana Barangkali tertinggal di toilet Atau sudah rontok terserang virus benci   Kini kau bingung mencarinya Sedang tak kau dapatkan satu petunjuk pun Kau tinggalkan seberkas sinar Hidupmu jadi semakin ambyar

Trauma

Tak peduli seberapa keadaan berubah saat ini. Namun ingatan mengenai masa lalu tetap saja tak dapat dirubah. Semua hal yang berkaitan dengan keluarga masih saja menjadi momok yang merusak jiwa. Ketidakpercayaanku dengan keluarga yang berubah saat ini tidak mampu merubah pandangan mengenai ingatanku terhadapnya. Entah harus sampai akapan aku bakal menemukan ketenangan hati. Sebuah rasa yang mampu membuat jiwaku ikhlas dengan apa yang telah kulewati. Namun entah bagaimana semuanya menjadi begitu rancu. Aku tidak hanya bicara atas apa yang kuderita di masa lalu, tapi juga membangun alasan untuk keadaanku saat ini. Keadaan ini membuat hatiku sulit untuk memikirkan perubahan itu. Bahkan sampai saat ini aku tak mampu membayangkan sampai kapan perasaan ini bergejolak. Pada kahirnya aku merasa ini semua adalah perasaan trauma. Sebuah rasa yang menyakitkan di masa lalu. Yang mebuat diri menjadi cenderung pada pilihan buruk. Pilihan mengenai dendam dan rasa menderita yang tak ada gunanya. Pe

Lagi-Lagi Merenung

Tadi malam aku menonton vidio Martin Suryajaya di Youtube. Dia bicara soal kesunyian tidak hanya kondisi di mana orang tengah sendiri dan tanpa suara di sekelilingnya. Namun kesunyian juga merupakan wujud keterasingan manusia dari lingkungannya. Tidak hanya itu, kesuniyan juga bentuk dari ketidakberhubungan manusia hari ini dengan riwayat terdahulunya. Ketidakberhubungan itu mengakibatkan orang tidak mengenal siapa dirinya dan tidak tahu apa yang menjadi peran dalam hidupnya ke depan. Begitulah kira-kira singkatnya yang dapat kupahami dari penjelasan Martin. Dalam pandanganku penjelasan yang dia berikan menyangkut dua hal; pertama ialah soal kesunyian itu sendiri yang merupakan simbol dari kesadaran diri, dan yang kedua adalah menegnai kebingungan dalam melihat sejarah. Kesunyian merupakan bagian dari sisi hidup yang harus dijalani. Meski kebanyakan manusia zaman ini tidak tahan dengannya. Tiap orang mau tidak mau tetap akan melewatinya untuk dapat menuju kediriannya yang baru. Sed

Pencarian

Apa sih sebenarnya jati diri itu? Definisinya mungkin beragam bagi setiap orang. Mungkin juga selaras, namun selalu diucapkan dengan kalimat yang berbeda oleh setiap orang. Sebagaimana kayu jati, jadi diri merupakan wujud dari identitas. Mungkin istilah yang lebih keren untuk saat ini, jati diri merupakan eksistensi. Tapi sebenarnya sangat sulit untuk menentukan definisi yang baku mengenai apa itu jati diri. Karena meskipin ada sebagian besar orang meyakini satu definis tertentu karena pengalaman mereka, ada saja orang yang mendefinisikan berbeda karena pengalaman hidupnya berbeda. Definisi sederhananya mungkin “satu bentuk kemapanan diri”, meski ini juga bisa dibantah dengan berbagai alasan. Tapi aku belajar definisi itu saat aku berkunjung ke tempat temanku di Blitar. Saat aku sedang ngobrol di rumahnya ada sepupunya yang datang. Kemudian kami ngobrol bertiga dan kemudian juga di tambah dengan kedua orang tua temanku itu. Tapi sebenarnya intinya adalah pada saat sepupu temanku tad

May Day Tanpa Makna

Gambar
Jumat tadi aku bangun kira-kira jam setengah dua belas siang. Sebenarnya tidak pengen  bangun karena aku baru tidur sekitar jam tuju pagi. Namun karena ada teman yang sudah tampak berjuang membangunkan untuk pergi salat jumat di masjid, maka aku memutuskan untuk bangun, mandi dan kemudian pergi bersama untuk jumatan. mayday 2014 Setalah pulang dari masjid aku baru melaksanakan kegiatan umum dalam hidupku, dan mungkin juga kegiatan banyak orang di belahan dunia ini, yakni utak-atik gadget. Baru dari situlah aku tahu kalau kemarin itu tanggal satu Mei yang diperingati sebagai hari buruh sedunia atau MAYDAY. Kembali jari-jariku menelusui apa yang merupakan isu pokok mayday pada tahun ini, dan yang kutemukan adalah isu-isu dampak pendemi corona terhadap nasib buruh. Masih ada juga isu-isu tahun tahun lalu mengenai upah dan jaminan kesehatan. Namun secara reflek pikirannku tidak lantas mengkritisi keduanya, baik pemerintah maupun organisasi Buruh yang melakukan aksi. Juga tidak ingin mencib

Celoteh Pusing 3 April Lalu

Kurasakan sepi sekali malam ini. Sepertinya suasana keterasingan dalam diriku mulai meningkat. Sedikit suara saja terasa mengganggu. Namun dalam keadaan hening pikiranku menjadi bingung tak karuan. Mungkin beginilah apa yang disebut sebagai alienasi itu. Satu kondisi di mana diri ini bingung karena tak merasa terhubung oleh apa pun. Sebenarnya aku ingin bercerita tentang diriku yang sudah tidak kerja. Ini pertama kalinya aku memutuskan untuk keluar dari medan pekerjaan dengan alasan yang tidak cukup kuat. Bahkan itu menurutku sendiri. Kesimpulan yang mendekati tepat dari keadaan ini adalah, karena aku memang malas. Namun perasaanku sendiri berkata bahwa, tidak sepantasnya aku bekerja di sana. Di sana bukan tempatku, di sana bukan pula letak ekspresiku. Rasanya aku kurang terima jika hidup dalam keterkurungan itu. Diam-diam aku menengok pada hati kecilku sendiri. Dia seakan berkata, “jika bukan karena untuk bertahan hidup maka aku tak mau berada di sini”. Lalu, apa sebenarnya yang aku i

Distopiaku

Aku tak tahu sedang diamana Tak kutemukan arah dan pencarian Jiwaku bergrmuruh tanpa uangkapam Tak kumengerti di mana aku seharusnya berposisi   Ketika semua tampak mudah namun malah memalikan Namun sangat sulit aku tersengal-sengal untuk bertahan Sedang disini aku terkapar   Kopi kini sulit kunikmati Makan hanya satu kebutuhan untuk bertahan Meski fikiran tak kuasa melepas harga diri Entah bagaimana aku harus memilih dan menentukan   Kurasa ada yang membelenggu Melekat kuat dalam jiwa dan naluriku Di dalamnya terus ada benturan Atau diam-diam aku memilih salah Satu   Aku sungguh tak mampu untuk percaya diri Tak berani untuk membuat pilihan maju Melihat diri sebagaimana pemuda pada umumnya Dan melenyapkan segalanya untuk regenerasi berikutnya Yang ada malah rasa puas diri yang sombong Menggunakan mata untuk menelanjangi yang lainnya Padahal diri juga berkata “pribadi sepertiku juga tak layak”   Aku harus berhenti memikirkan soal opt